Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri menghadapi pukulan telak dalam sidang terkait dugaan pemalsuan ijazah Presiden Joko Widodo. Dalam proses hukum yang berlangsung terbuka, pihak Dirtipidum gagal menghadirkan ijazah asli Jokowi sebagai bukti kunci, sehingga gugatan yang diajukan pun kandas di pengadilan.
Majelis hakim menilai pihak pemohon tidak mampu membuktikan dalil-dalilnya secara sah dan meyakinkan. Ketidakhadiran dokumen fisik berupa ijazah asli dari Presiden menjadi sorotan utama. Padahal, bukti tersebut menjadi unsur penting dalam menguatkan tuduhan yang disampaikan ke pengadilan.
Sejumlah pengamat hukum mencermati bahwa ketidakmampuan menghadirkan bukti konkret justru memperlemah posisi pemohon dan menguatkan slot 200 asumsi bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar. Proses ini menunjukkan bahwa pengadilan tetap berpijak pada fakta dan bukti, bukan opini publik atau tekanan politik.
Pihak penggugat sebelumnya menuding bahwa ijazah yang digunakan Presiden Jokowi tidak valid. Namun, dalam jalannya persidangan, mereka tidak dapat menunjukkan dokumen resmi maupun keterangan dari pihak universitas terkait yang menguatkan klaim tersebut. Akibatnya, hakim memutuskan untuk menolak gugatan secara keseluruhan.
Kekalahan ini sekaligus mempertegas bahwa tuduhan tanpa dasar dan pembuktian yang lemah tidak akan berhasil di ranah hukum. Publik pun diminta untuk menyikapi isu-isu sensitif seperti ini dengan kepala dingin dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang belum terbukti.
Putusan ini juga memperkuat posisi Presiden Jokowi sebagai kepala negara yang sah dan terverifikasi secara administratif sesuai aturan yang berlaku.